Minggu, 14 Desember 2014

Gravitasi kuantum, kosmologi, dan Relativitas umum

Diposting oleh Dwi Suseno Wati di 17.44
    • Mengapa massa yang terprediksi dari vakum kuantum, memiliki pengaruh yang kecil terhadap perluasan / ekspansi alam semesta?
      Massa atau energi di ruang vakum (termasuk ruang antariksa) justru sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap perluasan / ekspansi alam semesta. Karena tiap materi di ruang vakum juga pasti selalu bermuatan positif, negatif atau netral (tergantung komposisi jumlah muatan positif dan negatif, pada sejumlah besar partikel yang "paling dasar" penyusunnya). Hal ini juga serupa dengan tiap materi pada benda-benda langit, termasuk yang telah bisa membentuk kutub-kutub magnetnya. Sedangkan partikel yang "paling dasar" itu sendiri pasti selalu bermuatan positif ataupun negatif. Persoalannya justru hanya pada materi di ruang vakum, yang memang amat sulit bsa terdeteksi (ukurannya amat sangat kecil), serta bukan vakum atau 'kosong' sama sekali.
      Diprediksi pada teori Big Light, bahwa partikel yang "paling dasar" (partikel penyusun terkecil bagi segala partikel-materi-benda di alam semesta), adalah "materi terkecil", yang berupa magnet monopol yang sebenarnya (selalu bermuatan positif ataupun negatif). Sehingga segala partikel-materi-benda lainnya (selain "materi terkecil"), pasti berupa magnet dipol. Baca pula jawaban B.2.i di bawah, tentang partikel hipotetik berupa "materi terkecil", dan jawaban A.2.c di bawah, tentang magnet monopol.
      Seluruh materi di alam semesta justru cenderung selalu saling 'berkumpul', melalui saling interaksi antar medan elektromagnetik atau medan gravitasinya. Medan dan gaya gravitasi pada dasarnya berupa medan dan gaya elektromagnetik yang amat lemah, tiap satuan volumenya.
      Namun jika gravitasi seluruh materi pada tiap benda langit misalnya dijumlahkan (terutama lagi materi inti pusatnya, yang bermassa amat sangat tinggi), maka gravitasi tiap benda langit justru amat sangat besar, dan jangkauannya amat sangat jauh (termasuk bisa melintasi ruang vakum).
      Bahkan mustahil gravitasi bisa dihilangkan sama sekali, tetapi hanya bisa berkurang. Tentunya juga mustahil gravitasi bisa melintasi ruang vakum, jika tanpa materi di dalamnya, yang menjadi perantara atau mediator bagi gravitasi. Baca pula jawaban A.2.b di bawah, tentang persoalan hierarki gaya dasar, dan jawaban A.1.f di bawah, tentang banyak alam semesta, yang keliru.
      Perluasan / ekspansi alam semesta teramati hanya terjadi, akibat makin berkurangnya massa dari benda-benda langit, terutama yang masih memancarkan sinar atau partikelnya (bintang, quarsar, dsb). Maka benda-benda langit itu makin berkurang pula gravitasinya, dan sekaligus saling menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.
      Hal ini berkebalikan dengan prediksi menurut teori Big Bang, bahwa adanya energi vakum yang bertekanan negatif, yang justru dianggap telah mendorong perluasan / ekspansi alam semesta (bahkan berupa percepatan), dengan melawan pengaruh gravitasi. Mustahil ada energi vakum semacam ini. Bahkan sebaliknya, segala materi di ruang vakum justru mendukung gravitasi.

    • Dapatkah mekanika kuantum dan relativitas umum terwujud sebagai teori yang sepenuhnya konsisten (mungkin sebagai teori medan kuantum )?
      Teori mekanika kuantum dan teori relativitas umum mustahil bisa tetap konsisten, terutama karena memang belum bisa menyatukan atau mengkaitkan, antara semua partikel dasar dan semua gaya dasar (belum diformulasikan berdasar partikel dan gaya yang "paling dasar").
      Bahkan teori relativitas umum lebih parah lagi, karena menyertakan konsep "kurva waktu", yang sama sekali tidak berguna. Juga teori relativitas umum mengandung singularitas dan konstanta, yang menunjukkan keterbatasan ruang lingkupnya. Baca pula jawaban A.1.d di bawah, tentangdimensi ekstra, dan jawaban A.4.c di bawah, tentang Teori segalanya ("Teori penyatuan besar").
      Di samping mestinya bisa diformulasikan berdasar partikel dan gaya yang "paling dasar", maka di dalam suatu teori yang konsisten juga mestinya bisa dihilangkan semua konstanta fisik. Hal ini tentunya mestinya sekaligus digantikan dengan segala variabel keadaan yang lebih lengkap, dan mencakup lingkup keadaan yang lebih luas. Minimalnya tiap konstanta fisik itu hanya dijadikan referensi awal, bagi segala variabel keadaan yang terkait. Dengan begitu, teorinya relatif bisa makin terhindar dari singularitas (lingkup keadaannya telah diformulasikan dengan lebih baik).
      Apakah ruang-waktu pada dasarnya bersifat kontinu atau diskrit?
      Tidak ada pilihan jawaban. Ruang-waktu tergantung bentuk pemodelan alam semesta yang dipakai oleh para ilmuwan, dalam merumuskan teorinya.
      Dimensi ruang-waktu hanya dimensi relatif (amat tergantung kepada referensi awal, pengukur, alat ukur, dsb), dan juga bisa dianggap memiliki sifat kontinu, diskrit atau sifat-sifat lainnya.
      Alam semesta justru relatif tak-terbatas ruang dan waktunya (tidak perlu dimensi dan definisi ruang-waktu sama sekali). Dimensi ruang-waktu bukan milik alam, tetapi milik pemakai atau pengukurnya. Baca pula jawaban A.1.d di bawah, tentang dimensi ekstra.
      Apakah suatu teori yang konsisten akan melibatkan gaya yang termediasi oleh hipotetik graviton, atau menjadi hasil dari struktur diskrit ruang-waktu itu sendiri (seperti dalam putaran gravitasi kuantum)?
      Dengan definisi partikel hipotetik graviton dalam Model standar, yang hanya sebagai mediator gaya gravitasi, maka keberadaannya tentunya juga belum bisa menjadi solusi yang konsisten, untuk menjawab persoalan ilmu fisika secara mendasar. Teori yang konsisten mestinya bisa menyatukan atau mengkaitkan, antara semua gaya dasar (bisa diformulasikan berdasar gaya yang "paling dasar", sekaligus beserta partikel mediatornya). Partikel mediatornya ini tentunya juga berupa partikel yang "paling dasar".
      Hal yang serupa juga terjadi atas partikel mediator gaya dasar lainnya dalam Model standar, yaitu: "photon" (gaya elektromagnetik normal), "gluon" (gaya nuklir kuat) dan "W & Z boson" (gaya nuklir lemah). Bahkan semuanya bukan partikel yang "paling dasar", tidak bermuatan (kecuali W boson) dan ber-spin bulat, menjadihan semuanya diragukan sebagai mediator yang sebenarnya. "Bagaimana mediator yang tidak bermuatan dan hanya ber-spin, bisa membawa gaya yang amat besar?". Baca pula jawaban A.2.b di bawah, tentang persoalan hierarki gaya dasar.
      Gaya yang "paling dasar" adalah "gaya elektromagnetik", yang dimediasi oleh "materi terkecil", serta sebagai penyusun bagi semua gaya dasar lainnya di atas. Dimana "materi terkecil" adalah partikel yang "paling dasar" (partikel penyusun terkecil bagi segala partikel-materi-benda di alam semesta), yang berupa magnet monopol yang sebenarnya (selalu bermuatan positif ataupun negatif). Baca pula jawaban B.2.i di bawah, tentang partikel hipotetik berupa "materi terkecil".
      Teori gravitasi kuantum tidak memerlukan "struktur ruang-waktu", "jaringan spin" (spin network), "busa spin" (spin foam), dsb, seperti dalam teori "putaran gravitasi kuantum". Terutama karena pengaruh "spin" hanya turunan atau hanya sebagian kecil dari pengaruh "muatan magnet".
      Adakah penyimpangan dari prediksi relativitas umum, pada skala yang amat kecil atau amat besar, atau dalam keadaan ekstrim lainnya, yang dihasilkan dari teori gravitasi kuantum?
      Tiap pemakaian teori relativitas umum dan teori gravitasi kuantum di sekitar daerah singularitas (daerah keadaan ekstrim), hampir pasti menghasilkan penyimpangan.
      Tidak ada fenomena atau kejadian singularitas di alam semesta, semuanya berlangsung lokal dan bertahap. Walau gabungan dari tak-terhitung jumlah kejadian lokal yang saling berkaitan, secara kulmulatif memang bisa membentuk keadaan yang amat ekstrim (skala yang amat luas pada massa, gaya, suhu, kecepatan, energi, dsb). Serta gradien perubahan keadaan pada tiap kejadian lokal itupun justru tetap relatif amat kecil. Maka perubahan keadaannya berbentuk relatif seperti piramida rendah (keadaan paling ekstrim pada puncaknya).
      Tiap teori yang menghasilkan singularitas, sama halnya dengan pemaksaan pemakaiannya, dalam lingkup skala keadaan yang terlalu luas (relatif jauh lebih luas daripada keadaan empirik dalam perumusannya).

    • Apakah lubang hitam menghasilkan radiasi termal, seperti yang diperkirakan secara teoretis?
      Tidak terjadi radiasi termal dari lubang hitam itu sendiri, karena hampir seluruh materi pada lubang hitam memiliki massa jenis dan titik lebur yang amat sangat tinggi, dan tidak akan terpancar ke luar. Kalaupun ada radiasi termal justru hanya terjadi pada awal pembentukannya, yang juga hanya bagi materi di bagian permukaan terluarnya Setelah materi di bagian ini habis, radiasi termal juga berhenti. Ukuran lubang hitam itu sendiri lalu relatif tidak berubah-ubah lagi.
      Namun jika ada akresi materi dari benda langit lainnya yang terhisap oleh lubang hitamnya, maka materi inipun bisa langsung menguap dan terpancar ke luar kembali, sebagai radiasi termal, akibat tekanan dan suhu yang amat sangat tinggi di bagian permukaan lubang hitam. Serta radiasi termal dari lubang hitam secara umum juga relatif serupa dengan radiasi termal latar belakangnya (radiasi dari luar yang sampai ke lubang hitam, lalu terpancar kembali).
      Walau tekanan dan suhunya amat sangat tinggi, namun seluruh materi di bagian inti pusat lubang hitam, justru tetap berbentuk padat dan amat stabil.
      Apakah radiasi ini berisi informasi tentang struktur internalnya, seperti yang disarankan oleh dualitas pengukuran-gravitasi, ataupun tidak, seperti yang tersirat oleh perhitungan aslinya Hawking?
      Struktur materi di bagian inti pusat lubang hitam justru hampir mustahil bisa diketahui, terutama karena materinya memang tidak ada yang terpancar ke luar, sebagai radiasi termal. Bahkan hal ini serupa dengan inti pusat bulan, planet dan bintang, yang juga hampir mustahil bisa diketahui.
      Manusia relatif hanya bisa mengetahui materi di bagian permukaan terluar atau bagian dinding pelindung dari inti pusat bulan, planet dan bintang, yang biasanya hanya berupa Besi (Fe) dan Nikel (Ni). Setelah suatu bintang berubah menjadi lubang hitam, materi di bagian permukaan terluarnya tentunya bukan hanya berupa Besi (Fe) dan Nikel (Ni), namun relatif jauh lebih tinggi titik leburnya dan stabil pada suhu yang amat stinggi. Baca pula jawaban A.3.b di bawah, tentangnuklei dan astrofisika nuklir.
      Hal itu juga tidak terkait dengan dualitas pengukuran-gravitasi. Terutama karena gravitasi bisa menembus segala benda sampai amat jauh, sebaliknya pengukuran tidak bisa. Lebih jelasnya, informasi atas bagian inti pusat lubang hitam mustahil diperoleh dari hasil pengukuran secara langsung (tidak ada radiasi langsung darinya), tetapi hanya bisa diprediksi atau diukur secara tak-langsung, dari segala pengaruhnya di luar (termasuk dari bagian permukaan terluarnya).
      Jika tidak, dan lubang hitam dapat menguap ke luar, apakah yang terjadi pada informasi yang tersimpan di dalamnya (mekanika kuantum tidak menyediakan adanya penghancuran informasi)?
      Materi pada bagian inti pusat lubang hitam justru tidak ada yang menguap dan terpancar ke luar. Ukuran lubang hitam juga relatif tidak berubah-ubah (amat stabil). Serta penghancuran informasi tentang lubang hitam juga tidak terjadi, karena memang tidak ada informasi langsung darinya.
      Atau apakah radiasi berhenti di beberapa titik meninggalkan sisa-sisa lubang hitam?
      Walau ada radiasi dari lubang hitam, hal ini hanya terjadi akibat adanya akresi materi dari benda langit lainnya yang terhisap oleh lubang hitamnya (bukan materi dari inti pusat lubang hitam).
      Kalaupun ada sisa-sisa terakhir dari awal pembentukan lubang hitam, yang masih bisa diketahui, justru relatif hanya berupa Besi (Fe) dan Nikel (Ni), sebagai materi yang diketahui oleh manusia relatif paling berat dan stabil di alam bebas (materi di bagian permukaan terluarnya). Setelah Besi (Fe) dan Nikel (Ni) inipun habis, di bagian permukaan terluarnya tentunya hanya tersusun dari materi yang relatif jauh lebih tinggi titik leburnya dan stabil pada suhu yang amat stinggi.
      Adakah cara lain untuk menyelidiki struktur internalnya, jika struktur itu memang ada?
      Hampir tidak ada cara untuk menyelidiki secara langsung atas bagian inti pusat lubang hitam, walau strukturnya sendiri memang ada. Struktur materi di bagian inti pusat lubang hitam memiliki massa jenis, tekanan dan titik lebur yang amat sangat tinggi, serta berbentuk padat dan amat stabil (berada di balik dinding pelindung atau bagian permukaan terluarnya).
      Tetapi secara tidak langsung, struktur inti pusat lubang hitam bisa diselidiki, relatif hanya melalui ukuran dan kekuatan gravitasinya (termasuk kekuatan "lensa gravitasinya"), sambil dibandingkan dengan struktur inti pusat benda-benda langit lainnya, yang bisa lebih mudah diketahui.

    • Apakah alam memiliki lebih dari empat dimensi ruang-waktu?
      Dimensi ruang-waktu adalah dimensi fisik yang dipakai oleh manusia, untuk mendeskripsikan posisi atau letak tiap zat fisik di alam semesta (termasuk manusia sendiri), terhadap suatu titik referensi atau kerangka acuan fisik tertentu. Sehingga dimensi ruang-waktu, seperti halnya semua dimensi lainnya, pasti bersifat "relatif" (amat tergantung kepada referensi awal, pengukur, alat ukur, dsb). Tentunya posisi atau letak tiap zat fisik telah cukup hanya dideskripsikan, melalui 3 + 1 dimensi ruang-waktu.
      Sedangkan hukum alam atau sunatullah sama sekali tidak terkait dengan dimensi ruang-waktu (hanya berlaku sesuai dengan segala keadaan "tiap saatnya", pada tiap zat). Alam semesta justru relatif tak-terbatas ruang dan waktunya (tidak perlu dimensi dan definisi ruang-waktu sama sekali). Juga relatif tidak ada kaitan antara alam semesta (beserta segala benda langitnya), dengan ruang tempatnya berada (alam semesta hanya 'mengambang' di dalamnya). Ruangnya tentunya justru tidak berkembang mengikuti pergerakan segala benda langit di alam semesta. Dimensi ruang-waktu bukan milik alam, tetapi milik pemakai atau pengukurnya.
      Sunatullah sama sekali tidak tergantung kepada ruang dan waktu, yang bukan berupa variabel keadaan fisik yang sebenarnya (hanya dimensi buatan manusia). Sederhananya, sunatullah yang berlaku atas suatu zat, tidak tergantung kepada posisi atau letak zat itu (ruang dan waktunya).
      Namun dalam merumuskan, memformulasikan atau mendefinisikan teorinya, tentang keadaan dan sifat zat fisik terkait di alam semesta, tentunya manusia perlu mendeskripsikannya melalui dimensi ruang-waktu. Hal ini tentunya agar teorinya itu juga bisa disimulasikan, diuji ataupun dibuktikan secara berulang, oleh pihak lainnya (perlu dimensi atau kerangka acuan bersama).
      Lebih khususnya, dimensi ruang-waktu diperlukan oleh manusia, untuk bisa mengsimulasikan, mengiterasikan atau mengintegrasikan berbagai perubahan keadaan, yang dialami oleh suatu zat fisik, terhadap suatu referensi atau posisi awalnya.
      Maka segala teori atau hukum fisik yang dirumuskan oleh para ilmuwan, yang mendalilkan "kurva waktu" dan "perjalanan waktu", justru sama sekali tidak terkait dengan kejadian yang sebenarnya di alam semesta. Hal ini hanya bentuk "persepsi" mereka, tentang alam semesta.
      Konsep "kurva waktu" dan "perjalanan waktu" sama sekali tidak berguna untuk dipakai. Karena waktu pasti selalu maju ke depan, secara bertahap (mustahil maju jauh ke depan atau mundur ke belakang). Tetapi konsep "kurva ruang" masih berguna, bagi deskripsi bentuk geometri yang cukup rumit.
      Jika demikian, apakah ukurannya?
      Tidak ada lebih dari empat dimensi ruang-waktu.
      Apakah dimensi adalah deskripsi dasar dari alam semesta, atau hasil yang muncul dari hukum-hukum fisik lainnya?
      Tidak ada hukum-hukum fisik "lainnya" (tidak ada "banyak alam semesta", "banyak dunia" ataupun "alternatif sejarah"), yang berbeda daripada hukum-hukum fisik yang telah dikenal oleh manusia. Hal yang ada hanya hukum-hukum fisik yang 'baru', ataupun hanya hasil 'perbaikan' atas hukum-hukum fisik yang telah ada. Baca pula jawaban A.1.f di bawah, tentang banyak alam semesta, yang keliru.
      Lebih jelasnya, jumlah alam semesta hanya 'satu', serta hukum alam atau sunatullah yang berlaku di dalamnya, juga hanya 'satu' macam. Sedangkan hukum-hukum fisik, adalah hasil perumusan atau pengungkapan oleh manusia atas sunatullah (dengan amat berragam tingkat kebenarannya). Serta sunatullah tidak pernah berubah (kekal), sejak awal penciptaan alam semesta, sampai akhir jaman.
      Dimensi ruang-waktu adalah deskripsi dasar dan universal, tentang posisi atau letak tiap zat fisik di alam semesta, namun bukan hasil yang muncul dari hukum-hukum fisik.
      Lebih jelasnya, hukum-hukum fisik yang dirumuskan, diformulasikan atau didefinisikan oleh manusia, 'memerlukan' dimensi atau kerangka acuan bersama, bagi simulasi, pengujian atau pembuktikannya.
      Dapatkah "terlihat" secara eksperimental, bukti dari dimensi ruang yang lebih tinggi?
      Tidak ada dimensi ruang, yang lebih tinggi.

    • Apakah teori inflasi kosmik yang benar, dan jika demikian, apakah rincian dari jaman inflasi ini?
      Teori inflasi kosmik, seperti halnya yang mendasari teori Big Bang, pada dasarnya tidak benar (tidak dipakai sebagaimana semestinya). Terutama karena teori Big Bang justru mengabaikan materi, struktur dan proses pembentukan bola raksasa, yang amat sangat tinggi kerapatan dan suhunya, yang menjadi sumber terjadinya Big Bang; mengabaikan materi, struktur dan proses pembentukan inti pusat benda-benda langit, yang massa dan gravitasinya amat sangat besar; mengabaikan fluktuasi kuantum; mengabaikan hukum kekekalan energi dan momentum; mengabaikan pengaruh turbulensi; dsb. Lebih umumnya lagi, teori Big Bang mengabaikan sebagian dari hukum alam atau sunatullah.
      Penyebaran materi secara amat sangat cepat dan eksponensial akibat fluktuasi kuantum, seperti menurut teori inflasi kosmik, mestinya hanya melibatkan partikel-partikel yang amat sangat ringan saja (terutama partikel sub-atomik), dan tidak melibatkan partikel-partikel yang amat sangat berat (terutama materi pada inti pusat benda-benda langit), yang memang amat sangat besar massa dan gravitasinya. Karena memang mustahil benda langit bisa bergerak mendekati kecepatan cahaya, seperti partikel sub-atomik. Bahkan sesuai hukum kekekalan momentum, makin ringan materi juga makin cepat pergerakkannya, jika momentum awalnya sama (saat awal Bing Bang). Maka penyebaran materi pada Bing Bang justru "tidak homogen" (bervariasi sesuai massanya).
      Kejadian supernova yang sering dianalogikan dengan kejadian Big Bang, justru bukan terjadi dengan sendirinya (termasuk bukan akibat fluktuasi kuantum), tetapi akibat adanya akresi materi dari luar bintang terkait. Energi dari fluktuasi kuantum (seperti energi ledakan nuklir di Matahari) justru tidak cukup bagi terjadinya supernova. Bahkan energi supernova hanya bisa menebarkan partikel-materi yang relatif amat sangat ringan (partikel sub-atomik, gas dan debu). Juga materi di bagian inti pusat bintang terkait, sama sekali tidak ikut hancur bercerai-berai. Bahkan ledakan nuklir selama milyaran tahun di permukaannya, sama sekali tidak menghancurkan inti pusatnya (bintangnya hanya berubah menjadi lubang hitam atau bintang neutron).
      Sama sekali tidak ada penjelasan dalam teori Big Bang, tentang proses pembentukan materi bagi inti pusat benda-benda langit. Bahkan benda-benda langit dianggap bisa terbentuk, hanya dari sekumpulan besar gas dan debu, yang 'runtuh' atau 'termampatkan' begitu saja (sama sekali tanpa melibatkan peran materi bagi inti pusatnya).
      Perluasan / ekspansi alam semesta teramati bukan akibat inflasi kosmik, tetapi akibat makin berkurangnya massa dari benda-benda langit, terutama yang masih memancarkan sinar atau partikelnya (bintang, quarsar, dsb). Maka benda-benda langit itu perlahan makin berkurang pula gravitasinya, dan sekaligus saling menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.
      Jika pancaran atau perpindahan partikel antar benda langit telah berakhir, maka perluasan / ekspansi alam semesta teramati tentunya juga pasti berakhir.
      Lebih lanjutnya lagi, perluasan / ekspansi alam semesta teramati juga masih tetap berada dalam lingkup pengaruh gravitasi dari "pusat alam semesta", sebagai benda langit yang terbesar di seluruh alam semesta, berupa lubang hitam, dan menjadi pusat orbit relatif bagi seluruh benda langit lainnya, pada hierarki yang tertinggi.
      Apakah hipotetik medan inflaton yang menimbulkan inflasi?
      Tidak ada komentar, tentang inflaton dan inflasi. Relatif hampir tidak ada peran yang khusus dari inflasi kosmik, dalam penciptaan alam semesta.
      Jika inflasi terjadi pada satu titik, apakah terjadi dengan sendirinya melalui inflasi dari fluktuasi mekanika kuantum, dan apakah juga bisa terus-menerus terjadi sampai ke tempat-tempat yang terlalu jauh?
      Perluasan / ekspansi alam semesta teramati bukan berpusat pada "satu titik", tetapi pada "banyak titik" (pada benda-benda langit pusat orbit). Walau pada puncak hierarkinya memang berpusat pada "satu titik" (pada "pusat alam semesta"). "Pusat alam semesta" adalah benda langit yang terbesar di seluruh alam semesta, berupa lubang hitam, dan menjadi pusat orbit relatif bagi seluruh benda langit lainnya, pada hierarki yang tertinggi.
      Ekspansi menurut teori Big Bang berbeda daripada menurut teori Big Light. Ekspansi menurut teori Big Bang, justru terjadi akibat adanya proses inflasi, yang berlangsung terus-menerus relatif tanpa akhir atau ujung, serta makin dipercepat (berakselerasi). Juga pemicu ekspansi ataupun inflasinya, adalah adanya "energi gelap" sejak saat awal penciptaan alam semesta, yang dianggap bisa mendorong segala materi, dari yang bermassa paling ringan sampai yang paling berat, secara amat sangat cepat dan eksponensial, dan juga sekaligus dianggap bisa melawan gravitasi antar materi.
      Sedangkan ekspansi menurut teori Big Light, justru hanya berlangsung secara terbatas (suatu saat pasti akan berhenti). Seluruh benda langit di alam semesta, pasti tetap berada dalam lingkup pengaruh medan magnet dan medan gravitasi dari "pusat alam semesta". Pemicu ekspansinya adalah adanya pengurangan massa dari benda-benda langit (terutama bintang-bintang), terutama akibat pancaran materinya (radiasi sinarnya), maka gravitasinya juga makin berkurang. Dan sekaligus benda-benda langit itu saling makin menjauh dari benda langit pusat orbitnya masing-masing. Kecepatan ekspansi tentunya tergantung tingkat laju pengurangan massa, pada seluruh benda langit di alam semesta (bisa makin cepat ataupun makin lambat). Ekspansi pasti berhenti, pada saat tidak ada lagi pengurangan massa tersebut (tidak ada radiasi, pancaran ataupun perpindahan materi antar benda langit).
      Inflasi, seperti menurut teori Big Bang, justru mustahil bisa terjadi "dengan sendirinya" (mandiri), misalnya akibat dari fluktuasi kuantum. Supernova juga bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi justru akibat adanya akresi atau pertambahan materi "dari luar" bintang mati, yang mengalami supernova. Baca pula jawaban B.3.f di bawah, tentang supernova.
      Fluktuasi kuantum yang terjadi pada suatu bintang, pada puncaknya hanya bisa menghasilkan ledakan nuklir (seperti pada Matahari), yang hanya sebagian amat sedikit dari materinya yang terpancar ke luar, sebagai radiasi sinar kosmik. Radiasi sinar kosmik tersusun dari partikel-partikel yang amat kecil dan ringan (partikel alpha, beta, gamma, dsb), dan sama sekali bukan dari partikel-partikel yang relatif amat sangat berat (terutama materi pada inti pusat bintangnya).
      Juga inflasi dari fluktuasi kuantum mustahil bisa terjadi 'terus-menerus', tetapi hanya bisa terjadi pada saat dan pada titik awalnya saja.
      Sedangkan fluktuasi kuantum pada kejadian inflasi, yang diprediksi oleh teori Big Bang, justru dianggap bisa menebarkan segala jenis materi, dari yang bermassa paling ringan, sampai yang paling berat (menebarkan "seluruh" materi pada suatu bola raksasa yang amat sangat rapat dan panas). Bahkan segala materi inti pusat, yang menjadi embrio bagi pembentukan galaksi-galaksi juga dianggap telah terbentuk atau tersebar, pada saat kejadian inflasi itu.
      Hal ini cukup jelas menunjukkan, para penganut teori Big Bang telah keliru menganggap, bahwa ledakan nuklir dan supernova bisa menghancurkan inti pusat dari benda langit terkait. Padahal ledakan nuklir yang telah terjadi terus-menerus pada bintang, selama "milyaran tahun", justru sama sekali tidak menghancurkan bagian inti pusat bintangnya.
      Padahal supernova hanya mengubah suatu bintang mati, menjadi lubang hitam atau bintang neutron (sama sekali bukan menghancurkan bagian inti pusatnya).
      Padahal tumbukan dari segala benda langit lainnya, yang pernah dialami selama "milyaran tahun" oleh suatu benda langit (terutama benda langit yang berupa bola, termasuk Bumi dan Bulan), bahkan juga sama sekali tidak menghancurkan bagian inti pusatnya.
      Teori Big Bang memang cukup banyak mengambil analogi dari kejadian supernova, namun secara keliru. Padahal sama sekali belum jelas terjawab, bagaimana cara suatu bola raksasa yang amat sangat rapat dan panas, yang menjadi cikal-bakal Big Bang, justru bisa "terbentuk" (terkumpul) dan bisa "hancur" (terpisah).

    • Adakah alasan fisik untuk memperkirakan alam semesta lain, yang memang tidak teramati?
      Jumlah alam semesta hanya satu (tidak ada alam semesta lainnya). Bukti fisiknya cukup jelas, dari adanya gaya gravitasi antar materi (gaya tarik-menarik). Sehingga seluruh materi dalam ruang 'tak-terbatas', tempat alam semesta berada, justru cenderung selalu 'berkumpul'. Seluruh materi itupun tentunya telah menyusun alam semesta, tempat manusia berada sekarang ini. Benda-benda langit misalnya, juga saling 'berkumpul' dalam tiap sistemnya, secara berhierarki (sistem planet, bintang, galaksi, kumpulan galaksi, dan alam semesta), sekaligus beserta benda langit pusat orbitnya masing-masing.
      Bahkan hal yang serupa terjadi pada sistem atom, sebagai sistem yang terkecil (skala kuantum), dimana 'berkumpul' berbagai jenis partikel sub-atomik di dalamnya. Namun dengan sifatnya yang paling energik (kecepatannya paling tinggi, pada tingkat kecepatan cahaya), juga tentunya partikel sub-atomik paling dinamis dalam 'berkumpul' (paling mudah pindah tempat 'berkumpul', dari atom ke atom). Hal yang sebaliknya tentunya bagi benda-benda langit, sebagai benda dan sistem yang terbesar (skala makrokosmos). Dimana tiap benda langit pasti selalu berada dalam lingkup pengaruh gravitasi, dari benda langit pusat orbitnya masing-masing.
      Dan seperti halnya berbagai sistem yang lebih kecil di dalamnya, sebagai sistem yang terbesar tentunya alam semesta juga memiliki "pusat alam semesta", yang berupa benda langitnya yang terbesar dan pusat orbit relatif bagi seluruh benda langit lainnya, pada hierarki yang tertinggi.
      Sebagai contoh: adakah mekanika kuantum dengan "alternatif sejarah" atau "banyak dunia"?
      Jumlah alam semesta hanya 'satu', serta hukum alam atau sunatullah yang berlaku di dalamnya, juga hanya 'satu' macam, yang bahkan tidak pernah berubah (kekal), sejak awal penciptaan alam semesta, sampai akhir jaman. Maka tidak ada "alternatif sejarah" atau "banyak dunia" dalam hukum-hukum fisik (termasuk teori mekanika kuantum), sebagai hasil perumusan atau pengungkapan oleh manusia atas sunatullah (dengan amat berragam tingkat kebenarannya).
      Adakah alam semesta yang "lain", dengan hukum-hukum fisik yang dihasilkan dari cara-cara lain, yang melanggar simetri yang nyata atas gaya-gaya fisik pada energi tinggi, yang mungkin terletak amat jauh akibat inflasi kosmik?
      Tidak ada alam semesta yang "lain", dan juga tidak ada hukum alam atau sunatullah yang "lain". Maka mestinya juga tidak ada hukum-hukum fisik (sebagai hasil perumusan atau pengungkapan oleh manusia atas sunatullah), yang dihasilkan dari cara-cara yang "lain". Apalagi hukum alam atau sunatullah justru bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan 'tiap saatnya', pada tiap zat (termasuk pada lingkungan terkait di sekitar zat itu).
      Pelanggaran simetri pasti terjadi secara spontan, kapanpun, dimanapun dan pada tingkat energi berapapun (jika keadaan terkait telah memungkinkan), terutama karena kecenderungan materi untuk selalu mencapai keadaan keseimbangan atau kestabilannya (terutama keseimbangan muatan dan medan elektromagnetik). Namun pada keadaan dan tingkat energi yang berbeda, tentunya juga bisa relatif berbeda bentuk pelanggaran simetrinya. Baca pula jawaban A.2.e di bawah, tentang supersimetri.
      Juga sunatullah justru pasti berlaku "lokal" (sesuai segala keadaan pada "tiap zat"), walau lingkup lingkungan terkait di sekitar, bisa amat sangat jauh atau luas (khususnya pada skala kuantum). Bahkan 'jarak' antara suatu zat dengan segala zat lain, yang ikut mempengaruhi keadaan zat itu, justru juga sama sekali tidak melanggar fenomena lokal. Karena segala pengaruh dari luar pasti tetap harus mencapai 'langsung' zat itu, termasuk melalui sejumlah besar partikel mediator atau perantara. Walau tidak semua partikel mediatornya bisa dideteksi atau diketahui 'langsung'.
      Mustahil ada pelanggaran simetri yang bisa terjadi, tanpa melalui rangkaian partikel mediator, sekalipun sumber awal yang mempengaruhinya terletak amat jauh. Sedangkan inflasi kosmik hampir mustahil bisa menimbulkan pelanggaran simetri, karena partikel bergerak secara radial dan amat sangat cepat (hampir tidak ada interaksi antar partikel selama pergerakannya).
      Apakah penggunaan prinsip antropik untuk memecahkan dilema kosmologis global bisa dibenarkan?
      Dengan bukti fisik yang cukup jelas, bahwa jumlah alam semesta hanya satu (tidak ada alam semesta lainnya), maka prinsip antropik itu justru tidak diperlukan (tidak relevan). Bahkan dilema kosmologis global itu sendiri mestinya tidak ada.
      Sedangkan prinsip antropik menyatakan, bahwa "pengamatan secara fisik atas alam semesta, mestinya sesuai dengan kesadaran makhluk yang mengamatinya", atau bahwa "hukum alam dan semua parameter alam semesta memiliki harga-harga, yang konsisten dengan keadaan bagi kehidupan di dalamnya (seperti di Bumi)". Padahal sekilas tampak cukup jelas, bahwa prinsip antropik inipun bertujuan untuk bisa mengakomodir kemungkinan adanya segala alam semesta lainnya, yang justru tidak ada.
      Juga di lain pihaknya, segala makhluk di alam semesta justru amat berragam (makhluk gaib, sel, tumbuhan, hewan, manusia, dsb). Bahkan segala ruh makhluk gaib dan ruh makhluk nyata (yang belum lahir dan sudah wafat), justru bisa hidup dan berada dimana saja di alam semesta (tanpa perlu keadaan yang khusus). Maka keberadaan kehidupan segala makhluk nyata tingkat tinggi di Bumi misalnya (termasuk manusia), justru terjadi secara "kebetulan" (segala keadaan di Bumi memungkinkan), termasuk pula di planet-planet serupa lainnya di antara ratusan milyar planet.
      Namun segala fenomena fisik di seluruh alam semesta (hukum alam atau sunatullah), justru berlaku sama atau seragam bagi segala makhluk, sesuai dengan segala keadaannya masing-masing (bukan tergantung kesadaran pada tiap makhluk). Serta keadaan di alam semesta "tidak selamanya" harus konsisten dengan kehidupan makhluk nyata (ada kematian dan akhir jaman).

    • Dapatkah singularitas tidak tersembunyi di balik cakrawala kejadian, yang dikenal sebagai "singularitas yang jelas", muncul dari kondisi awal yang realistis, atau apakah mungkin untuk membuktikan beberapa versi "hipotesis sensor kosmik" dari Roger Penrose, yang menyatakan bahwa hal ini mustahil?.
      Tidak ada singularitas di alam semesta (tidak ada singularitas yang "jelas" dan "tersembunyi"), karena segala keadaan di dalamnya justru berubah secara relatif perlahan dan bertahap (dari hasil berlakunya hukum alam atau sunatullah), sesuai dengan segala keadaan atau kondisi awal yang realistis "tiap saatnya", pada tiap zat (termasuk pada lingkungan di sekitar zat itu). Walau perubahan keadaan atau kondisi zatnya pada puncaknya memang bisa mencapai harga-harga yang amat ekstrim (massa jenis, tekanan dan suhu materi yang amat sangat tinggi pada inti pusat benda langit dan pada lubang hitam, ledakan nuklir pada bintang, dsb).
      Materi yang mengalami keadaan amat ekstrim itupun, hanya sebagian amat sedikit daripada seluruh materi yang terlibat pada suatu kejadian, serta keadaannya hanya bisa tercapai akibat dukungan keadaan pada segala materi terkait di sekitarnya. Perubahan keadaannya berbentuk relatif seperti piramida rendah (keadaan paling ekstrim pada puncaknya).
      Singularitas dari hasil hukum-hukum fisik buatan manusia, pada dasarnya hanya bisa terjadi, karena kurang tepat atau kelirunya formulasi model matematiknya, dalam mengsimulasikan kejadian di alam semesta. Terutama lagi karena terlalu memaksakan formulasi bagi lingkup keadaan tertentu, untuk diterapkan dalam lingkup skala keadaan yang terlalu luas (relatif jauh lebih luas daripada keadaan empirik dalam perumusannya).
      Hipotesis sensor kosmik yang menyatakan, bahwa "singularitas yang jelas di alam semesta hanya terjadi pada kejadian Big Bang", juga keliru, karena memang tidak ada kejadian Big Bang.
      Segala fenomena atau kejadian di alam semesta mestinya bisa dinalar ataupun dijangkau oleh manusia (tidak ada yang benar-benar tersembunyi). Walau memang tidak semuanya bisa diukur, dideteksi atau diamati secara langsung, serta tidak semuanya bisa dicapai dengan mudah.
      Demikian pula, akankah kurva waktu tertutup, yang muncul pada beberapa solusi persamaan relativitas umum (dan yang menyiratkan kemungkinan perjalanan waktu secara mundur), akan tercakup oleh teori gravitasi kuantum, yang menyatukan relativitas umum dengan mekanika kuantum, seperti yang disarankan oleh "dugaan perlindungan kronologi" dari Stephen Hawking?
      Tidak ada "kurva waktu" dan "perjalanan waktu" secara mundur, terutama karena waktu pasti selalu maju ke depan, secara bertahap (mustahil maju jauh ke depan atau mundur ke belakang). Karena hukum alam atau sunatullah justru bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan 'tiap saatnya', pada tiap zat (termasuk pada lingkungan terkait di sekitar zat itu). Sunatullah sama sekali tidak tergantung kepada ruang dan waktu, yang bukan berupa variabel keadaan fisik yang sebenarnya (hanya dimensi buatan manusia). Baca pula jawaban A.1.h di bawah, tentang panah waktu, dan jawaban A.1.d di atas, tentang dimensi ekstra.
      Maka adanya "kurva waktu" pada teori relativitas umum, tentunya suatu kekeliruan dan bahkan sama sekali tidak berguna, termasuk tentunya jika diterapkan pula pada teori gravitasi kuantum.
      Hipotesis "dugaan perlindungan kronologi" yang menyatakan, bahwa "hukum alam mencegah segala perjalanan waktu, kecuali hanya pada skala sub-mikroskopik.", justru juga keliru.

    • Apakah fenomena yang berbeda antara perjalanan maju dan mundurnya waktu, bisa menjelaskan tentang sifat waktu?
      Mustahil ada "perjalanan waktu", secara maju jauh ke depan atau mundur ke belakang. Sifat ataupun perjalanan waktu pasti selalu maju ke depan, secara perlahan dan bertahap.
      Hukum alam atau sunatullah justru bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan 'tiap saatnya', pada tiap zat (termasuk pada lingkungan terkait di sekitar zat itu). Sunatullah sama sekali tidak tergantung kepada ruang dan waktu, yang bukan berupa variabel keadaan fisik yang sebenarnya (hanya dimensi buatan manusia). Baca pula jawaban A.1.d di atas, tentang dimensi ekstra.
      Kenapa waktu berbeda dari ruang?
      Waktu dan ruang memang dimensi fisik yang berbeda, untuk menjadi referensi, rujukan, ukuran ataupun kerangka acuan, bagi hal-hal yang juga berbeda, tentang posisi atau letak tiap zat fisik. Lebih jelasnya, dimensi ruang adalah referensi tentang posisi "pada" suatu saat tertentu. Serta dimensi waktu adalah referensi tentang posisi "terhadap" suatu saat tertentu.
      Mengapa pelanggaran CP teramati pada peluruhan gaya lemah tertentu, tetapi tidak pada gaya lainnya?
      Pada semua bentuk pelanggaran simetri (C, CP, CPT, dsb, dengan C = konjugasi muatan, P = paritas dan T = waktu balik), serta pada semua tingkat energi, memang tidak harus melibatkan 'semua' gaya dasar yang telah dikenal, yaitu: gaya elektromagnetik 'normal', gaya gravitasi, gaya interaksi kuat (gaya nuklir kuat) dan gaya interaksi lemah (gaya nuklir lemah). Lebih tepatnya, kontribusi dari masing-masing gaya dasar itu bisa berbeda-beda pada tiap pelanggaran simetri.
      Juga karena tiap gaya dasar itu bukan berupa gaya yang "paling dasar", tentunya tampak bisa meluruh, berkurang, menghilang atau berubah bentuk, pada berbagai kejadian. Di lain pihaknya, jika ditinjau berdasar gaya yang "paling dasar", justru peluruhan mestinya relatif mustahil terjadi.
      Sedangkan gaya yang "paling dasar", yang menjadi sumber yang paling awal, bagi terjadinya semua gaya dasar lainnya yang telah dikenal, justru berupa "gaya elektromagnetik". Serta gaya yang "paling dasar" ini dimediasi oleh partikel yang "paling dasar", yang berupa "materi terkecil". Maka tinjauan yang paling tepat di antara gaya-gaya dasar, yang terlibat pada tiap pelanggaran simetri, justru mestinya berupa gaya elektromagnetik. Gaya-gaya dasar lainnya tentunya mestinya telah diformulasikan pula kaitannya, dengan gaya elektromagnetik. Baca pula jawaban A.2.b di bawah, tentang persoalan hierarki gaya dasar, dan jawaban B.2.i di bawah, tentang partikel hipotetik berupa "materi terkecil".
      Usaha untuk mencari kaitan antara semua gaya dasar semacam ini, sampai sekarang masih menjadi persoalan terbesar di bidang ilmu fisika (seperti melalui perumusan "Teori penyatuan besar", "Teori segalanya", dsb), yang belum tuntas terselesaikan. Dimana salah-satu persoalan utamanya, berupa segala keterbatasan pada alat-alat pengukuran, dalam mendeteksi seluruh partikel yang menjadi mediator atau pembawa gaya-gaya dasarnya. Bahkan "materi terkecil" di atas memang mustahil bisa terdeteksi langsung.
      Apakah pelanggaran CP sebagai hasil dari hukum termodinamika kedua, atau apakah pelanggaran CP pada gaya lemah tertentu dan pada gaya lainnya memiliki panah waktu yang terpisah?
      Entropi di alam semesta secara keseluruhan pasti selalu meningkat, seperti disebut pada hukum termodinamika kedua. Dimana entropi adalah jumlah energi yang tidak termanfaatkan selama konversi energi. Dengan kata lain, suhu ataupun energi panas di alam semesta (di suatu sistem), cenderung pasti selalu berkurang, karena selalu diserap oleh segala materi di dalamnya.
      Namun pelanggaran CP bukan akibat dari peningkatan entropi, yang hanya berupa fenomena umum di suatu sistem. Pelanggaran CP justru terjadi akibat dari kecenderungan materi, untuk selalu mencapai keadaan keseimbangan atau kestabilannya (terutama keseimbangan muatan dan medan elektromagnetik). Serta panah waktu sama sekali tidak ada yang terpisah. Baca pula jawaban A.2.e di bawah, tentang supersimetri, jawaban B.2.a di bawah tentang Pelanggaran atas simetri listrik arus lemah, dan jawaban A.2.a di bawah, tentang Mekanisme Higgs.
      Adakah pengecualian untuk prinsip kausalitas?
      Sama sekali tidak ada pengecualian terhadap prinsip kausalitas (sebab-akibat), karena hukum alam atau sunatullah, justru bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan "tiap saatnya", pada tiap zat (termasuk pada lingkungan di sekitar zat itu).
      Persoalan yang menjadikannya 'seolah-olah' memiliki pengecualian, umumnya hanya terjadi karena memang tidak semua sebab dan akibatnya bisa diukur, dideteksi atau diamati secara langsung (termasuk segala zat yang terlibat, segala proses dan segala variabel keadaannya), serta tidak semuanya bisa dicapai dengan mudah.
      Adakah masa lalu yang mungkin tunggal?
      Tiap waktu justru pasti bersifat tunggal, karena "secara keseluruhan atau global", mustahil ada segala keadaan yang persis sama di alam semesta, pada dua waktu yang berbeda. Walau "secara terbatas atau lokal", memang bisa terjadi segala keadaan yang persis sama, pada dua waktu yang berbeda.
      Juga sejak awal penciptaannya, alam semesta "secara keseluruhannya" justru selalu bersifat dinamis (selalu berubah keadaannya). Walau kedinamisan keadaan fisiknya justru pasti makin berkurang pula, bersama dengan berjalannya waktu. Hal ini terutama karena "keseluruhan" energi panas di alam semesta (energi kinetik partikel mikroskopik), secara perlahan selalu makin berkurang (cenderung selalu berubah bentuk, menjadi berbagai jenis energi lainnya).
      Namun sekali lagi "secara terbatas atau lokal", perubahan dari waktu ke waktu juga berlangsung relatif amat sangat perlahan, maka seolah-olah kurang jelas dirasakan langsung perubahannya. Panas sinar Matahari misalnya, dirasakan relatif sama dari jaman ke jaman, padahal umur dan panas sinar Matahari justru makin berkurang.
      Apakah momen fisik di saat sekarang ini berbeda daripada di masa lalu dan di masa depan, atau apakah hal ini merupakan sifat yang muncul dari kesadaran?
      "Secara keseluruhan atau global", segala keadaan atau momen fisik di alam semesta, pasti selalu berubah atau berbeda, dari waktu ke waktu. Hal ini terutama karena "keseluruhan" energi panas di alam semesta (energi kinetik partikel mikroskopik), secara perlahan selalu makin berkurang (cenderung selalu berubah bentuk, menjadi berbagai jenis energi lainnya). Dalam bahasa agama, segala hal fisik-lahiriah pasti bersifat fana (sementara), semu dan terbatas.
      Perubahan atau perbedaan itu sama sekali bukan sifat yang muncul dari kesadaran makhluk, tetapi akibat adanya hukum alam atau sunatullah, yang justru pasti mengatur seluruh alam semesta. Lebih jelasnya, terutama akibat tiap materi pasti selalu menyerap energi panas, untuk beraktifitas atau berinteraksi dengan segala materi lainnya.
      Namun "secara terbatas", tentunya ada berbagai keadaan atau momen fisik, yang justru relatif sama dan bisa terjadi berulang-ulang, akibat amat berragamnya kejadian fisik yang dialami oleh tak-terhitung jumlah materi, dan juga relatif amat perlahannya perubahan fisik di alam semesta.
      Alam semesta diciptakan-Nya dengan tujuan yang pasti dan jelas, terutama agar tiap makhluk bisa terus-menerus makin memperbaiki keadaan batiniah ruhnya (keadaan kehidupan akhirat atau keadaan pikirannya), yang justru bersifat kekal (abadi), hakiki dan relatif tak-terbatas.
      Mengapa manusia tampaknya bisa akur atau cocok, dengan momen yang terjadi di saat sekarang ini?
      Tiap manusia memang mestinya bisa akur atau cocok, terhadap segala keadaan atau momen fisik pada dirinya dan pada lingkungan di sekitarnya, pada saat kapanpun, terutama dengan mengatur-atur keadaan alam batiniah ruhnya sendiri (keadaan kehidupan akhirat atau keadaan pikirannya). Sedangkan jangkauan pikiran tiap manusia memang relatif tak-terbatas, dan juga ia memang memiliki kebebasan, kekuasaan dan otoritas yang sepenuhnya, untuk mengatur-atur alam pikirannya sendiri. Serta keakuran atau kecocokan memang hanya ukuran pikiran.
      Dalam bahasa agama, "tiap manusia memang mestinya mampu menghadapi segala bentuk ujian-Nya (secara lahiriah dan batiniah)", dengan sikap-sikap sabar, ikhlas, tawakal dan syukur, serta sekaligus dengan tidak berlebihan dalam pemenuhan segala nafsu-keinginan fisik-lahiriah.

    • Adakah fenomena non-lokal dalam fisika kuantum?
      Sama sekali tidak ada fenomena non-lokal di alam semesta (hanya ada fenomena lokal), juga termasuk dalam fisika kuantum. Karena hukum alam atau sunatullah justru bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan "tiap saatnya", pada tiap zat (termasuk pada lingkungan di sekitar zat itu).
      Sehingga sunatullah justru pasti berlaku "lokal" (sesuai segala keadaan pada "tiap zat"), walau lingkup lingkungan terkait di sekitarnya, bisa amat sangat jauh atau luas (khususnya pada skala kuantum), serta sunatullah memang juga pasti mengatur seluruh alam semesta (global). 'Global' adalah gabungan dari tak-terhitung jumlah 'lokal' (tak-terhitung jumlah zat).
      Bahkan 'jarak' antara suatu zat dengan segala zat lain, yang ikut mempengaruhi keadaan zat itu, justru juga sama sekali tidak melanggar fenomena lokal. Karena segala pengaruh dari luar pasti tetap harus mencapai 'langsung' zat itu, termasuk melalui sejumlah besar partikel mediator atau perantara. Walau tidak semua partikel mediatornya bisa dideteksi atau diketahui 'langsung'.
      Menurut teori Big Light, bahwa "materi terkecil" adalah partikel mediator yang terkecil, yang bahkan mustahil bisa diukur atau dideteksi. Serta "materi terkecil" mengisi segala ruang di alam semesta, dan bahkan menjadi penyusun bagi segala partikel-materi-benda (ada dimana-mana). Baca pula jawaban B.2.i di bawah, tentang partikel hipotetik berupa "materi terkecil".
      Tidak bisa dideteksi atau diketahuinya partikel mediator, sama sekali bukan ukuran keberadaan fenomena non-lokal. Bahkan banyak fenomena non-lokal, jika partikel mediator justru diabaikan.
      Jika ada, apakah fenomena non-lokal hanya terbatas pada segala keadaan terkait, yang terungkap dalam pelanggaran Ketimpangan Bell, atau dapatkah informasi dan kuantitas yang terjaga, juga berubah secara non-lokal?
      Tidak ada komentar, tentang fenomena non-lokal. Karena sama sekali tidak ada fenomena non-lokal di alam semesta. Termasuk tidak ada fenomena non-lokal secara terbatas. Serta tentunya tidak ada informasi dan kuantitas yang berubah secara non-lokal.
      Dalam keadaan apakah fenomena non-lokal bisa teramati?
      Tidak bisa (sama sekali tidak ada fenomena non-lokal di alam semesta).
      Apakah ada atau tidak adanya fenomena non-lokal menyiratkan tentang struktur dasar dari ruang-waktu?
      Tidak ada struktur ruang-waktu. Dimensi ruang-waktu justru telah amat sederhana dan jelas, serta pasti bersifat "relatif" (amat tergantung kepada referensi awal, pengukur, alat ukur, dsb).
      Ruang dan waktu sama sekali tidak terkait langsung, dengan segala fenomena, kejadian, sifat dan keadaan pada tiap zat fisik di alam semesta. Hal ini terutama karena hukum alam atau sunatullah justru sama sekali tidak terkait dengan dimensi ruang-waktu (hanya berlaku sesuai dengan segala keadaan "tiap saatnya", pada tiap zat). Sunatullah sama sekali tidak tergantung kepada ruang dan waktu, yang bukan berupa variabel keadaan fisik yang sebenarnya (hanya dimensi buatan manusia).
      Lebih jelasnya, dimensi ruang-waktu justru hanya dipakai atau diperlukan oleh manusia, dalam merumuskan, memformulasikan atau mendefinisikan teorinya, tentang berbagai fenomena di alam semesta. Terutama agar teorinya itu juga bisa disimulasikan, diuji ataupun dibuktikan secara berulang-ulang, oleh pihak lainnya (perlu dimensi atau kerangka acuan bersama). Baca pula jawaban A.1.d di atas, tentang dimensi ekstra.
      Bagaimana hal ini berkaitan dengan keadaan kuantumnya?
      Segala perubahan keadaan kuantum juga pasti bersifat 'lokal', serta sama sekali tidak terkait dengan ruang dan waktu. Persoalannya justru hanya pada tingkat pengetahuan manusia, tentang partikel mediator, dalam interaksi antar materi pada skala kuantum (termasuk tentang gaya-gaya yang terlibat dalam interaksinya). Tidak semua partikel mediator bisa dideteksi atau diketahui.
      Bagaimana hal ini menjelaskan interpretasi yang tepat, atas sifat dasar dari fisika kuantum?
      Persoalan utama pada fisika kuantum, sama sekali bukan pada lokalitas, tetapi justru pada keterbatasan alat ukur buatan manusia, dalam mengukur atau mendeteksi segala keadaan, pada tingkat mikrokosmos (kuantum) dan makrokosmos (benda langit).
      Manusia memang mustahil bisa mengukur atau mendeteksi seluruh jenis materi, dari materi yang terkecil, sampai yang terbesar, serta hanya bisa di antaranya.
      Satu-satunya solusi bagi persoalan pengukuran ini, hanya berupa interpretasi-pendekatan secara konseptual-filosofis yang menyeluruh, yang sekaligus disesuaikan dengan segala hasil pengamatan secara langsung, yang telah diperoleh. Hal ini tentunya termasuk interpretasi atas persoalan hierarki, terutama dengan memprediksi materi yang terkecil dan terbesar di alam semesta, di samping tentunya juga memprediksi gaya yang "paling dasar".
      Model alam semesta dari teori Big Light telah memprediksi, bahwa materi yang terkecil adalah "materi terkecil", dan yang terbesar adalah "pusat alam semesta". Juga gaya yang "paling dasar" adalah gaya elektromagnetik, yang dimediasi oleh "materi terkecil". Baca pula jawaban A.2.b di bawah, tentang persoalan hierarki gaya dasar, dan jawaban B.2.i di bawah, tentang partikel hipotetik berupa "materi terkecil".
      Hukum alam atau sunatullah bersifat mutlak (pasti terjadi / berlaku) dan kekal (pasti konsisten / tidak berubah-ubah), serta pasti berlaku sesuai dengan segala keadaan "tiap saatnya", pada tiap zat (termasuk pada lingkungan di sekitar zat itu). Maka segala fenomena atau kejadian di alam semesta, memang ada yang selalu konsisten, dari hasil berlakunya sunatullah. Lalu perbedaan interpretasi atas fenomenanya, umumnya hanya pada lingkup atau skala keadaannya (beserta jenis segala interaksi dan segala zat yang terlibat).
      Sedangkan sifat dasar dari fisika kuantum, tentunya relatif serupa dengan sifat dasar dari segala fenomena alam, pada skala lainnya (makrokosmos ataupun makroskopik).

    • Apakah alam semesta menuju kepada Kebekuan Besar, Kematian Besar, Kehancuran Besar atau Lambungan Besar?
      Keadaan akhir alam semesta tidak ada yang benar-benar sesuai dengan "Kebekuan Besar" (Big Freeze), "Kematian Besar" (Big Rip), "Kehancuran Besar" (Big Crunch) ataupun "Lambungan Besar" (Big Bounce), yang diprediksi melalui teori Big Bang. Hanya keadaan "Kebekuan Besar" (Big Freeze) yang relatif lebih mendekati keadaan akhirnya, menurut teori Big Light.
      Lebih tepatnya, keadaan akhir alam semesta antara-lain: amat sangat beku atau dingin; ukuran benda-benda langit tidak lagi berubah; tidak ada lagi pancaran atau perpindahan materi antar benda langit; seluruh bintang telah berubah menjadi lubang hitam dan bintang neutron; telah berhenti perluasan / ekspansi alam semesta teramati; seluruh benda langit bergerak dengan paling stabil, mengitari benda langit pusat orbitnya masing-masing; telah terbentuk "pusat alam semesta", sebagai benda langit terbesar dan melingkupi seluruh benda langit lainnya; telah berakhir kehidupan fisik-lahiriah segala makhluk-Nya; dsb. Baca pula artikel/posting terdahulu "Urutan penciptaan alam semesta"
      Juga hampir semua hal ini relatif berkebalikan dari keadaan di awal penciptaan alam semesta, terutama antara-lain: amat sangat panas; ukuran materi-benda cenderung makin besar, dari ukuran awalnya berupa "materi terkecil"; perpindahan atau pergerakan materi paling dinamis (amat sangat cepat); seluruh materi masih berupa "materi terkecil" ataupun partikel sub-atomik; kecepatan perluasan / ekspansi alam semesta paling tinggi; belum ada benda langit, beserta benda langit pusat orbitnya; belum terbentuk "pusat alam semesta" telah dimulai kehidupan fisik-lahiriah segala makhluk-Nya; dsb.
      Apakah alam semesta ini bagian dari model siklik yang berulang tanpa batas?
      Alam semesta tidak mengalami siklus yang berulang tanpa batas. Alam semesta hanya berjalan satu arah, dari segala keadaan awal (tingkat energi panas paling tinggi), menuju segala keadaan akhirnya (tingkat energi panas paling rendah), di akhir jaman. Alam semesta pasti memiliki awal dan akhir. Hanya Allah, Yang Maha Awal dan Maha Akhir (tanpa awal dan tanpa akhir).

0 komentar:

Posting Komentar

 

Dwi Suseno Wati Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting